AKPOL DAN PERKEMBANGANNYA
Kemitraan Akpol dengan Perguruan Tinggi Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Akademisi sebagai Center of Excellent Menuju World Class Police Academy ini merupakan sebuah seminar yang pertama kali dilakukan oleh Akademi Kepolisian Semarang yang di selenggarakan di Gedung Serba Guna Akpol Semarang pada tanggal 12 April 2012
Acara ini dihadiri oleh perwakilan Mahasiswa Perguruan Tinggi, Taruna dan Taruni Pangkat 3. Dan dihadiri pula oleh Gubernur Akpol, Wagub Akpol, Koordinator Indonesia Police Watch Jateng.
Berikut Ulasan yang dapat saya ambil dari acara tersebut pada saat Bapak Wakil Gubernur Akpol BRIGJEN. POL. Dr. BAMBANG USADI, MM memberikan pencerahan kepada kami :
Tidak dapat dihindari bahwa perkembangan Akademi Kepolisian atau biasa disingkat menjadi Akpol seiring dengan dinamika perkembangan Kepolisian Negara republik Indonesia (Polri). Keterkaitan ini karena memang Akpol merupakan kepanjangan birokrasi dari institusi Polri, yang memiliki tugas pokok menyelenggarakan pendidikan pembentukan Perwira Pertama Polri. Untuk memudahkan pemahaman perkembangan Akpol, maka akan relevan jika membaginya dalam dua tahapan pokok, yaitu perkembangan Akpol pada masa sebelum reformasi dan perkembangan Akpol setelah masa reformasi. Penyampaian materi perkembangan Akpol pada masa setelah reformasi akan lebih detail dan fokus. Hal ini disebabkan begitu banyaknya perubahan yang diaami oleh Akpol pasca reformasi yang terjadi di Indonesia.
Masa sebelum reformasi
Perjalanan sejarah Akademi kepolisian telah mengalami berbagai perubahan secara organisasi maupun tempat domisilinya sampai pada akhirnya menetap di emarang. Tonggak berdirinya Akademi Kepolisian dimulai setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, beberapa hari setelah Proklamasi Kemerdekaan republik Indonesia, para cendikiawan bangsa Indonesia mengambil alih kekuasaan pendidikan dari penjajah Jepang. Ambil alih tersebut termasuk pendidikan kepolisian “Jawea Keisatsu Gakka” selanjutnya diganti menjadi Sekolah Polisi Negara Republik Indonesia di Sukabumi. Sekolah inilah nantinya akan menjadi cikal bakal Akademi kepolisian.
Pada tanggal 10 Juli 1959, Dengan surat Keputusan Presiden No. : 253/1959, Kepolisian Negara Republik Indonesia berubah menjadi Angkatan Kepolisian Republik Indonesia, dengan demikian Sekolah Polisi Negara di Sukabumi yang merupakan penyatuan dari Sekolah Inspektur Polisi di Bukit Tinggi dan Jogjakarta berubah menjadi Sekolah Angkatan Kepolisian.
Selanjutnya, pada tanggal 1 Oktober 1965, Sekolah Angkatan Kepolisian Republik Indonesia berubah menjadi Akademi Angkatan Kepolisian (AAK), diresmikan oleh Men Pangak Inspektur Jenderal Polisi Soetjipto Judodiharjo, dengan Surat Keputusan menhankam Pangab No. : 468/5/B/65/M, pada tanggal 1 Oktober ini yang kemudian diperingati sebagai hari jadi Akademi Kepolisian. Pataka AAK berfalsafah Atmaniwedana Aryawirya Kretakarma diserahterimakan. Pada tanggal 16 Desember 1966, AAK diubah menjadi akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) bagian Kepolisian.
Pada tanggal 29 Januari 1967, dibuka AKABRI agian umum di Magelang dengan Taruna berasal dari pengiriman dari masing-masing angkatan dan Polri, Setelah menyelesaikan pendidikan selama 1 tahun di Magelang, Taruna AKABRI bagian kepolisian dikirim ke Sukabumi untuk mengikuti pendidikan matra Kepolisian selama 3 (tiga) tahun.
Perjalanan sejarah selanjutnya pada tanggal 1 Juli 1980, Komplek AKABRI bagian kepolisian di Semarang diresmikan penggunaannya oleh Kapolri jendral Polisi Drs. Awaloeddin Djamin MPA. Dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol Skep/36/I/1985 tanggal 24 januari 1985 AKABRI kepolisian berubah menjadi Akademi kepolisian setelah AKABRI bagian dialihkan kembali kepada angkatan masing-masing, dan ditetapkan pula Pataka Akpol dengan tambahan pita diatas lambang bertliskan Akademi Kepolisian, sasanti dibawah gambar lambang menjadi bertuliskan Atmaniwedana Kretama Aryawirya, gambar dibalik lambang semula lambang AKABRI “Bhineka eka Bhakti” menjadi lambang Polri “Tribrata”
Masa setelah reformasi
Pada tahun 1998 telah terjadi gerakan reformasi yang dilancarkan oleh masyarakat khususnya dilakukan oleh Mahasiswa, yang berakibat lengsernya Soeharto sebagai Presiden Republik indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Dengan terus bergulirnya arus reformasi yang menuntut terwujudnya tatanan demokratis, maka pada sidang istimewa MPR tahun 1988 telah dikeluarkan ketetapan-ketetapan yang salah satunya dikeluarkan Tap MPR No. : X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi kehidupan nasional sebagai haluan negara, yang menginstruksikan kepada Presiden selaku mandataris MPR, antara lain untuk melaksanakan Agenda Reformasi di bidang hukum dalam bentuk “Pemisahan secara tugas, fungsi, dan wewenang aparatur penegak hukum agar dicapai proporsionalitas, profesionalitas, dan integritas yang utuh”.
Memasuki periode sejarah reformasi di Indonesia tersebut, sejarah Akademi Kepolisian mengalami perubahan dengan dikeluarkan Surat keputusan Kapolri No. Po : Skep/389/IV/1999 tanggal Akademi kepolisian Mandiri, maka sejak 10 April 1999 Akpol dinyatakan terpisah dari AKMIL, AAL, AAU serta teknis administrasi juga lepas dari Mako Akademi TNI. Akpol mandiri juga ditandai dengan adanya perubahan pada logo Akademi Kepolisian. Pada tanggal 24 tanggal 24 Oktober 2003, penggunaan logo baru Akademi Kepolisian diresmikannya oleh Kapolri Jenderal Polisi Da'i Bachtiar. Perubahan yang mendasar pada logo Akademi Kepolisian adalah mengganti kata-kata “Atmaniwedana-Kretakarma-Aryawirya” yang ada di bawah logo Akademi Kepolisian ang lama dengan kata-kata “Dharma-Bijaksana-Ksatria” dan pita bertuliskan “Akademi Kepolisian”. Pita ini semula terpisah di bagian atas, kemudian pada logo yang baru disatukan menjadi satu kesatuan yang utuh dalam perisai Tribrata.
Seiring dengan beralihnya status Polri yang tidak lag merupakan bagian dari ABRI, maka sejak tanggal 10 April 1999 Akpol yang dipimpin oleh Gubernur sebagai badan pelaksana pusat pendidikan pembentukan calon Perwira Polri yang secara struktural berkedudukan langsung dibawah Kapolri, yang juga menyelenggarakan Pendidikan Pertama Sumber Sarjana (PPSS), yaitu pendidikan Perwira Polri yang direkrut dari para sarjana S1 dan D3.
Dalam sejarahnya pada tahun 2007 dan 2008, Polri melalui Akpol pernah mengeluarkan kebijakan untuk menerima peserta didik dari sumber sarjana Strata 1 dan Strata 2. Kebijakan ini didasari atas peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 14 tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan. Di dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa pendidikan kedinasan adalah pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh kementerian, kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai negeri dan calon pegawai negeri. Sedangkan menurut Sisdiknas bahwa pendidikan kedinasan hanya menyelenggarakan pendidikan setelah sarjana (pendidikan profesi). Berjalannya waktu kemudian Peraturan ini dinyatakan tidak berlaku.
Mendasari perkembangan yang ada dalam dunia pendidikan tinggi kedinasan dan dielaborasi dengan hasil analisa dan evaluasi pendidikan Taruna Akpol yang bersumber dari sarjana, maka pihak Akpol mengusulkan kepada Mabes Polri untuk mengembalikan sumber penerimaan Taruna Akpol yaitu dari sumber SMA. Mabes Polri menyambut baik usulan dari Akpol, kemudian pada tahun 2009, sumber Taruna Akpol kembali di rekrut dari masyarakat yang berltar belakang pendidikan SMA.
Proses penerimaan Taruna Akpol yang bersumber dari SMA terus berlangsung hingga saat ini. Hanya saja sejak tahun 2010, Polri lebih berkonsentrasi bagaimana meningkatkan kualitas program pendidikan Taruna Akpol, sehingga outputnya bisa menyandang gear akademis yaitu strata 1 ilmu kepolisian.
Akpol dan STIK – PTIK Dalam meningkatkan Human Resources Competitiveness Polri
Lembaga pendidikan yang ada di Polri merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional Indonesia. Serian Wiyatno dalam bukunya “Pengelolaan Perguruan Tinggi Secara Efisien, Efektif dan ekonomis” (2009:xvi) menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan di Indonesia harus selalu melaukan pembaruan-pembaruan dalam rangka menghadapi tantangan dan persaingan global yang semakin kompleks. Pembaruan di bidang pendidikan harus dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Hal yang sama seharusnya dilakukan juga oleh Polri dalam mengelola lemabaga pendidikannya khususnya lembaga pendidikan tingginya.
Wacana tentang perubahan penyelenggaraan program pendidikan di Akpol merupakan wacana pembaruan yang harus dilaksanakan secara terencana, tearah dan berkesinambungan. Aplikasinya pembaruan harus dimulai dengan mulai menata ulang semua lembaga pendidikan yang dimiliki oleh Polri, mereformulasi visi dan misi lembaga pendidikannya serta menetapkan tujuan akhir dari jenjang pendidikan tinggi yang dimiliki oleh Polri.
Menggarisbawahi pembaruan pendidikan harus dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan, amak idealnya Akpol dan STIK – PTIK harus diletakkan dalam satu garis linier sebagai jenjang kependidikan yang ada di polri dan merupakan sistem pendidikan yang berkesinambungan. Jika diproyeksikan dengan wacana Akpol akan menyelenggarakan program pendidikan strata 1, amaka setidaknya lembaga STIK – PTIK menyelenggarakan program pendidikan kelanjutannya yaitu menyelenggarakan program pendidikan kelanjutannya yaitu menyelanggaraan Program Pascasarjana untuk Strata 2 dan Strata 3. Memprosisikan Akpol dan STIK – PTIK sebagai lembaga pendidikan yang sustainable akan menuai beberapa keuntungan yaitu : (1) efisiensi kurikulum, (2) tercapai integrasi pendidikan tinggi Polri dan (3) optimalisasi anggaran pendidikan.
Mind set Akpol dan STIK – PTIK harus satu dalam menyelengaraka rogram pendidikan tinggi Polri yaitu memiliki keinginan bersama untuk meningkatkan Human Resources Competitiveness atau daya saing sumber daya manusianya. Dengan demikian sharing power-nya dapat terlaksana. Tanpa menghilangkan karakteristik lembaga dan identitas awalnya, masing-masing tetap menyeenggarakan program pendidikan tinggi, hanya saja staratanya ditingkatkan. Akpol yang semula menyelenggarakan pendidikan setara Diploma III menjadi Starta 1, dan STIK – PTIK yang semula menyelenggarakan mandiri program Strata 1 serta bekerjasama dengan Universitas Indonesia menyelenggarakan program Strata 2 dan Strata 3 menjadi menyelenggarakan secara mandiri program Strata 2 dan Strata 3.
Deal penyelenggaraab pendidikan ini penting mengingat perubahan yang akan dilakukan oleh Polri berpacu dengan waktu. Tentunya kita sepakat bahwa perubahan tidak dapat ditahan. Pembaruan sistem pendidikan tinggi yang ada di Polri tidak bisa menunggu rekonstruksi organisasi Akpol dan STIK – PTIK secara komprehensif, agar bisa menyelenggarakan program pendidikan sebagaimana dimaksud dalam uraian di atas sesuai “ideliasme”amanat petrundang-undangan. Bisa kita bayangkan, kapan Akpol bisa menyelenggarakan program pendidikan Strata 1, jika direotkan dengan berbagai persyaratan yang termuat dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 234/U/2000 Tentang program pendidikan Strata 1 baru akan terlaksana dalam beberapa tahun ke depan. Sebagai contoh beberapa harus mengurus borang-borang yang berujung pada akreditasi dan persyaratan lainnya. Padahal implementasi new program sangat mendesak.
Strateginya, akreditasi Akpol dalam menyelenggarakan program pendidikan starata 1 harus menginduk ke STIK – PTIK. Selain untuk menghemat waktu pelaksanaan peningkatan program pendidikan, juga patut diingat bahwa Akpol dan STIK – PTIK menyelenggarakan Sustainable Education Process. Namun bukan berarti Akpol dilebur menjadi satu organisasi dengan STIK – PTIK. Ingat kembali bahwa Akpol dan STIK – PTIK harus sama-sama dipertahankan karakteristik lembaga dan identitas awalnya. Disinilah terjadi apa yang dinamakan dengan Delegate of Education Management. Akpol dan STIK – PTIK, masing-masing memiliki manajemen pengelolahan organisasi, namun STIK – PTIK mendelegasikan pengelolaan manajemen pendidikan Strata 1 kepada Akpol.
Persoalan Kewenangan Penyelenggaraan Prodi S-1 di Akpol
Selalu saja upaya untuk melakukan rekonstruksi program pendidikan di Akpol dari semula progam Diploma III menjadi Strata 1, terhambat hanya karena penamaan lembaga Akpol. Secara singkatan memang Akpol merupakan kependekan dari Akademi Kepolisian. Sebagian besar kelompok akademisi pasti akan menganggap bahwa lembaga pendidikan tinggi berbentuk Akademi hanya bisa menyelenggarakan program pendidikan maksimal setara Diploma III, tidak bisa menyelenggrakanan pendidikan setara Strata 1.
Pendidikan tersebut diperkuat dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 178/U/2001 Tentang Gelar dan Lulusan perguruan Tinggi. Secraa eksplisit kedua dasar hukum tersebut memang secra jelas mengatur bahwa lembaga pendidikan tinggi yang berbentuk Akademi hanya bisa menyelenggarakan progra studi maksimal setara Diploma III dan memberikan gelar profesional bukan gelar akademik.
Tuntutan perubahan mendorong lahirnya PP No. 58 Tahun 2010 tentang perubahan atas PP No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP, pasal 2a ayat (1a), mensyaratkan bahwa penyidik polri berpangkat paling rendah inspektur polisi dua dna berpendidikan paling rendah lulusan sarjana strata satu atau setara, Peraturan ini secra teknis menuntut tindak lanjut dengan adanya penyelenggaraan program pendidikan S1 untuk Perwira Pertama di Akademi Kepolisian. Namun permasalahan yang mengemuka adalah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan peraturan pelaksanaan di bawahnya, pendidikan tinggi setingkat Akademi tidak memiliki kewenangan menyelenggarakan pendidikan strata 1, sebagaimana diamanatkan UU Sisdiknas, memang Polri dalam hal ini Akpol harus mengikuti “aturan main” tentang pendirian dan penyelenggaraan Perguruan Tinggi. Hanya perguruan tinggi yang berbentuk universtas, sekolah tinggi dan institut saja yang bisa menyelenggarakan program studi setara sarjana dan bisa memberikan gelar akademik berupa kesarjanaan.
Sementara itu, selama ini penyelenggaraan program pendidikan pembentukan perwira pertama menjadi doain Akademi Kepolisian. Kewnangan penyelenggaraan prodi S-1 di lingkungan pendidikan Polri hanya dimungkinkan berdasarkan Undang-Undang diselenggrakan oleh STIK – PTIK. Sehingga diputuskan tempat penyelenggaraan program studi S-1 dilaksanakan di Akademi kepolisian dan sebagai penyelenggara serta penanggung jawab program studi S-1 ada dalam kewenangan STIK – PTIK, sehingga merupakan prodi S-1 STIK – PTIK di luar domisili di Kampu Akpol Semarang.
Perencanaan penyelenggraan program studi S-1 STIK – PTIK di luar domisili di Kampus Akpol Semarang ini telah melalui proses yang panjang, kurang lebih selama 2 tahun dan melibatkan seluruh stakeholder internal Polri dalam memformulasikan konsep dan realisasi penyelenggaraannya, yang dimulai dari brainstorming ide dan gagasan, perumusan, rapat koordinasi, wandiklat dan penyelarasan kurikulum antara Akpol dan STIK.
Monkey Paradiso (Presented On Forum Satya Daya ITB Fair 2012)
Monkee Paradiso
Design, Develop, Market, Measure, Maintain
Indonesia kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusai (SDM), tetapi rakyatnya amat sulit memperoleh lapangan pekerjaan. Menjadi seorang wirausaha, atau entrepreneur adalah salah satu langkah awal untuk meraih kesuksesan. dengan berwirausaha, seseorang bisa dapat lebih bebas menjalankan usaha serta mengekspresikan ide-idenya.Saya ingin memotivasi mahasiswa untuk tidak mencari pekerjaan, melainkan menciptakan lapangan pekerjaan. Setelah lulus dari bangku perkuliahan diharapkan mahasiswa menjadi job creator, bukan job seeker. Di negeri yang padat penduduk ini diharapkan para intelektual menjadi majikan, bukan buruh di negeri sendiri.
Suatu usaha membutuhkan pengorbanan. Setiap kendala harus dihadapi dengan kerja keras. pengorbanan waktu, emosi, tenaga dan dana menjadi konsekuensi yang harus dihadapi oleh seorang entrepreneur. Saat ini banyak generasi muda yang sadar dan berani menciptakan suatu usaha. Mahasiswa berwirausaha saat masih menjalani kuliah menghadapi berbagai tantangan salah satunya tugas-tugas kuliah menumpuk. Keharusan membagi waktu antara belajar, mengerjakan tugas dengan membagi dan mengelola usahanya membuat banyak mahasiswa yang takut berwirausaha. Perjuangan menjadi sukses dalam berwirausaha membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit. Meski berwirausaha ketika masih kuliah dirasa tidak mudah namun ternyata masih banyak mahasiswa yang memutuskan untuk terjun menjadi entrepreneur muda. tak sedikit orang-orang yang pantang menyerah dan cerdas melihat peluang, meraih kesuksesan di usia muda. Dengan semangat pantang menyerah kesuksesan pun tercapai di depan mata.
Di kesempatan yang satu ini, ijinkan saya memperkenalkan ide sederhana kami yang akan bisa menambah devisa negara. Yaitu bisnis yang melakukan pengabungan antara pemberdayaan masyarakat, pemerintah lokal dan status kemahasiswaan. Kami bertiga dalam satu team mempunyai sedikit penjelasan latar belakang seperti ini :
Dijaman sekarang fenomena urbanisasi telah marak terjadi, mengadu nasib merupakan tujuan terbesar mereka, sedangkan kondisi perkotaan sendiri belum siap akan hal ini, pabrik-pabrik yang berdiri tidak mampu meng-cover semua kebutuhan yang ada, tetapi dampak kerusakan yang ditimbulkan tidak bisa dianggap ringan. Perkampungan yang ada di kota menunjukkan kondisi banjir, produksi sampah yang besar, pemukiman kumuh, pemukiman yang semakin padat dan berkurang lahan hijau, status ekonomi yang rendah dan segala macam kegiatan yang membuat mereka harus bertahan di saat ini. Walaupun semakin tumbuhnya pembangunan ekonomi yang diikuti oleh berkembangnya industrialisasi, tidak menjamin akan bertambahnya banyaknya peluang kerja yang terbuka. Karena hal-hal tersebut akan sangat bergantung pada kualifikasi sumber daya manusia yang tinggi agar tujuan perusahaan tercapai sesuai yang diinginkan. Hal inilah menjadikan sebuah pekerjaan menjadi kurang. Oleh karena itu, dibutuhkan cara lain agar bisa bertahan hidup walaupun tanpa bekerja di sebuah instanti persahaan.
Berkaitan dengan susahnya mencari sebuah peluang kerja di sebuah perusahaa, manusia akan dituntut dengan persoalan hidup yaitu kebutuha sehari-hari yang harus selalu dipenuhi. Dengan membuat sebuah usaha sendiri merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk memenuhi kebutuhan hidup. Peluang membuka usaha dengan skala kecil terbuka sangat lebar untuk dapat dimanfaatkan. Salah satunya adalah membuat usaha ini. Usaha ini hanya membutuhkan 2 kunci utama. yaitu kretifitas dan pemberdayaan masyarakat. Usaha ini juga merupakan sebuah bisnis sampingan yang bernilai investasi di kampung halaman mereka nantinya. Usaha ini merupakan sebuah bentuk balas budi kepada mereka (petani, tukang sayur, peternak, kuli bangunan ) karena biaya kesehatan dan pendidikan kita berasal dari pajak hasil jerih payah mereka semua.
Usaha ini memasarkan sebuah produk home industri kreatif yang kekuatannya bergabung pada pemberdayaan masyarakat. Lima unsur pokok yang kita usung disini ialah Design, Develop, Market, Measure, Maintain. Ke-lima unsur ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar dlampengembangan usaha ini. Design disini kami artikan sebagai bentuk karakteristik produk yang layak promosi melalui media, baik media sosial maupun media yang lainnya sehingga mampu bersaing di pasaran. Develop dalam artian pemberdayaan, artinya suatu potensi yang ada di masyarakat agar bisa dikembangkan sehingga mereka punya nilai invetasi di kampung halaman mereka sendiri. Market kami artikan sebagai suatu produk itu sendiri yang mempunyai nilai jual (branding) dan pemasarannya menggunakan teknik WOM (World of Mouth) karena yang akan memasarkan setiap orang yang ada di masyarakat. Measure sebagai ukuran atau standarisasi desa yang ada pada mereka. Maintain ini adalah perbaikan dari cerminan kampung-kampung yang ada, kalau tidak kumuh, banjir, kotor dan padat pemukiman, dalam hal ini kami membuat suatu kampung percobaan yang hijau sekaligus sebagai perkebunan coklat dan perkebunan pisang yang bernilai investasi dan dapat dijual.
Berbagai macam produk akan ditawarkan pada UKM "Monkee Paradiso" ini. Karena berbasis pemanfaatan sumber daya hayati dan potensi SDM yang ada, maka produk yang ditawarkan adalah hasil olahan buah pisang dan biji cokelat, dan pengembangannya desa sebagai objek desa wisata kebun cokelat dan kebun pisang. Dengan cukup membayar Rp 10.000,- maka pengunjung berhak menikmati prosespembelajaran produksi di tempat secara langsung.
Pada produk olahan pisang dan cokelat, seperti Roti Pico (Pisang Cokelat), Bikupi (Biskuit Kulit Pisang Berenergi), Kripik Monkekee (Kripik Pisang Cokelat), dan Kopi Jhe (Kopi Jahe Cokelat). Produk-produk tersebut akan dibuat sendiri dari bahan baku yang alami. produk kami juga terdapat sebuah pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat bahwa gunakanlah produk dalam negeri yang memanfaatkan sumber daya hayati dan pemberdayaan masyarakat Indonesia. Nilai gizi yang terkandung dalam pisang dan cokelat sangat banyak dan bermanfaat.
Monkekee, Kopi Jhe dan Bikupi merupakan ide kewirausahaan yang berbentuk UKM "Monkee Paradiso" dengan berbasis bahan baku alami dari lingkungan. Pembuatan kuliner Nusantara yang berupa bakery dan kopi ini merpakan hasil produk olahan kreatif para karyawan yang notabene adalah para siswa yang putus sekolah, minimal SD dan memiliki skill di bidang home industry. Harapannya adalah mereka dapat memiliki penghasilan yang tetap mendukung mereka untuk melanjutkan pendidikannya maupun sebagai penghasilan tambahan. Selain itu, dari segi lingkungan, produk Monkee Paradiso juga sangat mengedepankan misi dalam pelestarian lingkungan sekitar. hal ini dapat dilihat dari bahan-bahan yang dijadikan dasar dari hasil olahannya yang dapat diolah menjadi tambahan variasi kuliner Nusantara yang berdaya jual tinggi dan memberikanValue Added. Sehingga diharapkan dapat menambah jumlah kekayaan kuliner Nusantara yang lebih bermanfaat, selain itu brand Monkee Paradiso juga memperkerjakan dis emua lini masyarakat yang ingin mengembangkan kampungnya baik pengangguran, ibu rumah tangga maupun sampai orang berada sekalipun. Belakangan, home industry kreatif sekarang lagi dalam masa perkembangan di Indonesia. Dilihat dari aspek sosial dan ekonomi, usaha kuliner ini bermanfaat dalam mebuka lapangan kerja, menambahkan pendapatan bagi pemerintah dan masyarakat. Pada aspek sosial yang dapat diambil adalah perusahaan mampu memberikan kesempatan kerja bagi orang lain serta menumbuhkan rasa kreatifitas pada seseorang dalam membuat sebuah benda dan pemberdayaan masyarakat itu sendiri. selain itu juga, dikarenakan bahan yang dipakai adalah sumber daya hayati serta bahan daur ulang maka akan menimbulkan rasa kepedulian lingkungan dalam melindungi sumber daya alam. Dengan adanya perusahaan ini, diharapkan memberiakn jiwa sosial ke sesama untuk saling bekerja sama antar pekerja dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan faktor-faktor seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka produk Monkee Paradiso ini layak untuk dikembangkan. Faktor yang membuat saya yakin adalah pengetahuan serta kreatifitas dalam membuat kuliner kreatif, pengetahuan mengenai peluang pasar, dan kemampuan dalam pemasaran, serta tersedianya faktor-faktor produksi yang mudah diperoleh. Selama ini, keberadaan usaha ini memang telah ada di tengan masyarakat tetapi hanya tempat tertentu yang menjajakanna karena dijadikan sebuah souvenir di suatu tempat. selain itu juga, usaha ini memiliki nilai jual yang tinggi yang diberikan oleh pengusaha kepada masyarakat. Jika dilihat dari segmen pasar yang berada dikalangan mahasiswa dan pelajar maka harga yang dijual disesuaikan oleh pendapatan konsumen. Dengan memperbaiki kualitas, desain serta harga jual yang ditawarkan dengan sistem baru maka usaha ini patut untuk dikembangkan.
oleh :
Ahadin Syarifudin Fahmi_Fakultas Kesehatan Masyarakat_Universitas Diponegoro
Design, Develop, Market, Measure, Maintain
Indonesia kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusai (SDM), tetapi rakyatnya amat sulit memperoleh lapangan pekerjaan. Menjadi seorang wirausaha, atau entrepreneur adalah salah satu langkah awal untuk meraih kesuksesan. dengan berwirausaha, seseorang bisa dapat lebih bebas menjalankan usaha serta mengekspresikan ide-idenya.Saya ingin memotivasi mahasiswa untuk tidak mencari pekerjaan, melainkan menciptakan lapangan pekerjaan. Setelah lulus dari bangku perkuliahan diharapkan mahasiswa menjadi job creator, bukan job seeker. Di negeri yang padat penduduk ini diharapkan para intelektual menjadi majikan, bukan buruh di negeri sendiri.
Suatu usaha membutuhkan pengorbanan. Setiap kendala harus dihadapi dengan kerja keras. pengorbanan waktu, emosi, tenaga dan dana menjadi konsekuensi yang harus dihadapi oleh seorang entrepreneur. Saat ini banyak generasi muda yang sadar dan berani menciptakan suatu usaha. Mahasiswa berwirausaha saat masih menjalani kuliah menghadapi berbagai tantangan salah satunya tugas-tugas kuliah menumpuk. Keharusan membagi waktu antara belajar, mengerjakan tugas dengan membagi dan mengelola usahanya membuat banyak mahasiswa yang takut berwirausaha. Perjuangan menjadi sukses dalam berwirausaha membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit. Meski berwirausaha ketika masih kuliah dirasa tidak mudah namun ternyata masih banyak mahasiswa yang memutuskan untuk terjun menjadi entrepreneur muda. tak sedikit orang-orang yang pantang menyerah dan cerdas melihat peluang, meraih kesuksesan di usia muda. Dengan semangat pantang menyerah kesuksesan pun tercapai di depan mata.
Di kesempatan yang satu ini, ijinkan saya memperkenalkan ide sederhana kami yang akan bisa menambah devisa negara. Yaitu bisnis yang melakukan pengabungan antara pemberdayaan masyarakat, pemerintah lokal dan status kemahasiswaan. Kami bertiga dalam satu team mempunyai sedikit penjelasan latar belakang seperti ini :
Dijaman sekarang fenomena urbanisasi telah marak terjadi, mengadu nasib merupakan tujuan terbesar mereka, sedangkan kondisi perkotaan sendiri belum siap akan hal ini, pabrik-pabrik yang berdiri tidak mampu meng-cover semua kebutuhan yang ada, tetapi dampak kerusakan yang ditimbulkan tidak bisa dianggap ringan. Perkampungan yang ada di kota menunjukkan kondisi banjir, produksi sampah yang besar, pemukiman kumuh, pemukiman yang semakin padat dan berkurang lahan hijau, status ekonomi yang rendah dan segala macam kegiatan yang membuat mereka harus bertahan di saat ini. Walaupun semakin tumbuhnya pembangunan ekonomi yang diikuti oleh berkembangnya industrialisasi, tidak menjamin akan bertambahnya banyaknya peluang kerja yang terbuka. Karena hal-hal tersebut akan sangat bergantung pada kualifikasi sumber daya manusia yang tinggi agar tujuan perusahaan tercapai sesuai yang diinginkan. Hal inilah menjadikan sebuah pekerjaan menjadi kurang. Oleh karena itu, dibutuhkan cara lain agar bisa bertahan hidup walaupun tanpa bekerja di sebuah instanti persahaan.
Berkaitan dengan susahnya mencari sebuah peluang kerja di sebuah perusahaa, manusia akan dituntut dengan persoalan hidup yaitu kebutuha sehari-hari yang harus selalu dipenuhi. Dengan membuat sebuah usaha sendiri merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk memenuhi kebutuhan hidup. Peluang membuka usaha dengan skala kecil terbuka sangat lebar untuk dapat dimanfaatkan. Salah satunya adalah membuat usaha ini. Usaha ini hanya membutuhkan 2 kunci utama. yaitu kretifitas dan pemberdayaan masyarakat. Usaha ini juga merupakan sebuah bisnis sampingan yang bernilai investasi di kampung halaman mereka nantinya. Usaha ini merupakan sebuah bentuk balas budi kepada mereka (petani, tukang sayur, peternak, kuli bangunan ) karena biaya kesehatan dan pendidikan kita berasal dari pajak hasil jerih payah mereka semua.
Usaha ini memasarkan sebuah produk home industri kreatif yang kekuatannya bergabung pada pemberdayaan masyarakat. Lima unsur pokok yang kita usung disini ialah Design, Develop, Market, Measure, Maintain. Ke-lima unsur ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar dlampengembangan usaha ini. Design disini kami artikan sebagai bentuk karakteristik produk yang layak promosi melalui media, baik media sosial maupun media yang lainnya sehingga mampu bersaing di pasaran. Develop dalam artian pemberdayaan, artinya suatu potensi yang ada di masyarakat agar bisa dikembangkan sehingga mereka punya nilai invetasi di kampung halaman mereka sendiri. Market kami artikan sebagai suatu produk itu sendiri yang mempunyai nilai jual (branding) dan pemasarannya menggunakan teknik WOM (World of Mouth) karena yang akan memasarkan setiap orang yang ada di masyarakat. Measure sebagai ukuran atau standarisasi desa yang ada pada mereka. Maintain ini adalah perbaikan dari cerminan kampung-kampung yang ada, kalau tidak kumuh, banjir, kotor dan padat pemukiman, dalam hal ini kami membuat suatu kampung percobaan yang hijau sekaligus sebagai perkebunan coklat dan perkebunan pisang yang bernilai investasi dan dapat dijual.
Berbagai macam produk akan ditawarkan pada UKM "Monkee Paradiso" ini. Karena berbasis pemanfaatan sumber daya hayati dan potensi SDM yang ada, maka produk yang ditawarkan adalah hasil olahan buah pisang dan biji cokelat, dan pengembangannya desa sebagai objek desa wisata kebun cokelat dan kebun pisang. Dengan cukup membayar Rp 10.000,- maka pengunjung berhak menikmati prosespembelajaran produksi di tempat secara langsung.
Pada produk olahan pisang dan cokelat, seperti Roti Pico (Pisang Cokelat), Bikupi (Biskuit Kulit Pisang Berenergi), Kripik Monkekee (Kripik Pisang Cokelat), dan Kopi Jhe (Kopi Jahe Cokelat). Produk-produk tersebut akan dibuat sendiri dari bahan baku yang alami. produk kami juga terdapat sebuah pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat bahwa gunakanlah produk dalam negeri yang memanfaatkan sumber daya hayati dan pemberdayaan masyarakat Indonesia. Nilai gizi yang terkandung dalam pisang dan cokelat sangat banyak dan bermanfaat.
Monkekee, Kopi Jhe dan Bikupi merupakan ide kewirausahaan yang berbentuk UKM "Monkee Paradiso" dengan berbasis bahan baku alami dari lingkungan. Pembuatan kuliner Nusantara yang berupa bakery dan kopi ini merpakan hasil produk olahan kreatif para karyawan yang notabene adalah para siswa yang putus sekolah, minimal SD dan memiliki skill di bidang home industry. Harapannya adalah mereka dapat memiliki penghasilan yang tetap mendukung mereka untuk melanjutkan pendidikannya maupun sebagai penghasilan tambahan. Selain itu, dari segi lingkungan, produk Monkee Paradiso juga sangat mengedepankan misi dalam pelestarian lingkungan sekitar. hal ini dapat dilihat dari bahan-bahan yang dijadikan dasar dari hasil olahannya yang dapat diolah menjadi tambahan variasi kuliner Nusantara yang berdaya jual tinggi dan memberikanValue Added. Sehingga diharapkan dapat menambah jumlah kekayaan kuliner Nusantara yang lebih bermanfaat, selain itu brand Monkee Paradiso juga memperkerjakan dis emua lini masyarakat yang ingin mengembangkan kampungnya baik pengangguran, ibu rumah tangga maupun sampai orang berada sekalipun. Belakangan, home industry kreatif sekarang lagi dalam masa perkembangan di Indonesia. Dilihat dari aspek sosial dan ekonomi, usaha kuliner ini bermanfaat dalam mebuka lapangan kerja, menambahkan pendapatan bagi pemerintah dan masyarakat. Pada aspek sosial yang dapat diambil adalah perusahaan mampu memberikan kesempatan kerja bagi orang lain serta menumbuhkan rasa kreatifitas pada seseorang dalam membuat sebuah benda dan pemberdayaan masyarakat itu sendiri. selain itu juga, dikarenakan bahan yang dipakai adalah sumber daya hayati serta bahan daur ulang maka akan menimbulkan rasa kepedulian lingkungan dalam melindungi sumber daya alam. Dengan adanya perusahaan ini, diharapkan memberiakn jiwa sosial ke sesama untuk saling bekerja sama antar pekerja dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan faktor-faktor seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka produk Monkee Paradiso ini layak untuk dikembangkan. Faktor yang membuat saya yakin adalah pengetahuan serta kreatifitas dalam membuat kuliner kreatif, pengetahuan mengenai peluang pasar, dan kemampuan dalam pemasaran, serta tersedianya faktor-faktor produksi yang mudah diperoleh. Selama ini, keberadaan usaha ini memang telah ada di tengan masyarakat tetapi hanya tempat tertentu yang menjajakanna karena dijadikan sebuah souvenir di suatu tempat. selain itu juga, usaha ini memiliki nilai jual yang tinggi yang diberikan oleh pengusaha kepada masyarakat. Jika dilihat dari segmen pasar yang berada dikalangan mahasiswa dan pelajar maka harga yang dijual disesuaikan oleh pendapatan konsumen. Dengan memperbaiki kualitas, desain serta harga jual yang ditawarkan dengan sistem baru maka usaha ini patut untuk dikembangkan.
oleh :
Ahadin Syarifudin Fahmi_Fakultas Kesehatan Masyarakat_Universitas Diponegoro